Batik Tulis Madura msih Mempertahankan Motif
FLORA dan FAUNA sebagai CIRI KHASnya
Motif fauna yang dipilih para perajin batik tulis, digambarkan seperti dedaunan, dan bunga-bungaan. Sedangkan motif fauna ditorehkan seperti kepala, sayap dan ekor ayam. Motif flora dan fauna itu, direfleksikan menjadi motif Segar Jagat, Kenari, Jago Kluruk, mata ikan, dan motif Sabat.FLORA dan FAUNA sebagai CIRI KHASnya
Motif flora dan fauna terawat dengan baik, lantaran para perajin batik tulis ini secara turun -temurun bermukim di kawasan pertanian.
Masih terawatnya motif batik Madura yang lekat dengan flora dan fauna, boleh jadi karena budaya warisan leluhurnya. Indikasinya, lembaran batik tulis ini digarap oleh sebuah keluarga besar. Mereka terdiri dari nenek, anak bahkan cucu.
Tiga generasi kerja bareng dalam satu pondok, membatik dengan satu tungku berisi cairan malam. Seperti yang dilakukan pada keluarga nenek Maryam yang berumur 76 tahun ini. Maryam dibantu oleh Suhimah, anaknya. Anak Suhimah yang tak lain cucu Maryam, juga bergabung membatik dalam satu pondok.
Cara membatik seperti itulah, yang menjadikan motif flora dan fauna tetap terpelihara dengan baik sebagai motif batik tulis khas Madura.
Membatik bersama keluarga besar, tak hanya dilakukan keluarga Maryam. Puluhan keluarga di Desa Klampar melakukan pekerjaan yang sama. Para pembatik ini, menggarap seluruh proses pembatikan.
Usai pembatikan, lembaran kain ini masuk proses pewarnaan. Tiga warna primer, menjadi pilihan favorit kalangan pembatik. Yaitu, warna merah, hijau, dan kuning. Setelah pewarnaan, lembaran kain batik ini masuk pada tahap pelorotan atau membersihkan cairan malam yang memadat dan menempel di lembaran kain.
Proses pelorotan ini, dilakukan dengan cara mencelupkan kain kedalam drum berisi air panas diatas tungku api kayu baker. Terakhir, lembaran kain batik ini dibilas dengan air bersih lalu dijemur.
Menurut Ahmadi, tak ada kendala yang ditemui selama bergelut dengan usaha batik tulis. Pemasarannya mudah. Kain batik buah karya pengrajin asal Desa Klampar ini, diborong kalangan pedagang batik di kota Pamekasan.
Ahmadi mengatakan, para pembatik di Desa Klampar ini, tak jarang mendapat order dari pemodal yang memesan batik kain sutra. Bahan kain sutranya dipasok pemodal, sedangkan pengrajin tinggal membatiknya.
Menurut Ahmadi, para pemodal itu kebanyakan para pemilik butik. Baik yang membuka gerai di Pasar Batik di Jalan Jokotole, maupun pemilik butik di kota Surabaya dan Jogjakarta.
Di sejumlah butik di Pasar Batik Pamekasan, harga lembaran kain batik berbahan sutra kelas menengah, rata-rata dilepas seharga Rp 500 ribu. Untuk batik sutra kelas super dilepas dalam kisaran harga Rp 1 juta sampai Rp 1,5 juta.
Dalam hari-hari besar tertentu, lembaran kain batik tulis khas Madura ini, sering digunakan sebagai parsel untuk para kolega.
Sumber: www.kompas.com